Homoseksualitas merupakan salah satu
penyimpangan perkembangan psikoseksual. Secara sederhana homoseksual dapat
diartikan sebagai suatu kecenderungan yang kuat akan daya tarik erotis
seseorang justru terhadap jenis kelamin yang sama. Istilah homoseksualitas
lebih lazim digunakan bagi pria yang menderita penyimpangan ini, sedang bagi
wanita, keadaan yang sama disebut “lesbian”.
Pada umumnya, cinta
homoseksual wanita (lesbianisme) itu sangat mendalam, dan lebih hebat daripada
cinta heteroseksual, sungguhpun pada relasi lesbian tersebut sering tidak
diperoleh kepuasan seksual yang wajar. Cinta lesbian tadi biasanya juga lebih
hebat daripada cinta homoseksual di antara kaum pria.
Homoseksualitas sudah
terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Reaksi berbagai bangsa diberbagai kurun
waktu sejarah terhadap homoseksualitas ternyata berlainan. Banyak masyarakat
memandang heteroseksualitas sebagai perilaku seksual yang wajar, sedangkan
homoseksualitas secara tradisional dipandang sebagai gangguan mental.
Namun
bagaimana jika yang melakukan perilaku menyimpang ini adalah seorang ustad ?
Jakarta.
OurVoice
– “Menjadi gay atau tidak itu adalah pilihan, bukan takdir. Jangan karena gay,
lalu melupakan sang pencipta. Orang gay juga bisa masuk surga. Anjing saja
bisa masuk surga, masa gay tidak?” cetus ustad Rey
Keberanian
Zemarey Al Bakhin atau akrab disapa Kang Rey membuka identitasnya ke publik
sebagai homoseksual patut diacungi jempol. Tak semua orang berani melakukannya.
Bahkan menurut Kang Rey ada prinsip di kalangan homoseksual, lebih baik mati
daripada mengakui dirinya gay.
Berawal
dari curhat di acara sebuah radio Islami di Bandung, akhirnya Kang Rey pun
‘keterusan’ untuk berbagi dengan kalangan homoseksual lainnya atau masyarakat
luas. Sungguh awalnya ia kaget karena ternyata banyak orang sepertinya. Ia
mengaku setelah terbuka di radio pada tahun 2005 itu, hingga saat ini lebih
dari 100 orang yang mempunyai masalah sama, mendatanginya. Prinsip saya, kalau
memang tidak bisa mencintai perempuan, lebih baik hidup sendiri,” tegasnya.
“Saat
berbagi kisah di radio itu, saya kan sebutkan nomor telepon saya. Setelah itu,
banyak yang SMS dan menelepon mengajak ketemuan atau hanya sekedar chat di
facebook,” katanya.
Sebuah
Perjalanan
“Sejak
kecil dan masuk sekolah dasar, saya memang sering diolok-olok oleh teman-teman
lainnya. Sikap saya dianggap seperti perempuan. Saat itu wajah saya pun
terlihat cantik daripada kasep (tampan-red). Makanya sering dipanggil Eneng
(panggilan anak perempuan di Sunda),” katanya.
Hal
itu diakuinya tak terlalu mengganggunya. Namun hal yang dulu dianggap biasa, menjadi
sesuatu hal yang mengganggu saat memasuki bangku SMP. “Saya mulai
mempertanyakan mengapa saya begini kepada Allah. Kenapa tidak seperti yang
lain,” tuturnya.
Di
tengah kegalauannya, Kang Rey seolah mendapat jawaban tentang teka teki
dirinya. Saat ia merasakan getaran terhadap teman sekelasnya. Ya, teman
laki-lakinya.
“Saya
menemukan pujaan hati saya, dan ternyata gayung bersambut. Saat itu saya kelas
2 SMP,” tuturnya. Ketika rasa bahagia menghampiri hidupnya karena
menemukan orang yang disayang dan menyayanginya,namun ia dihantui rasa
kebimbangan yang dalam karena bertentangan dengan agama islam. Kebersamaannya
dengan teman laki-lakinya itu terputus saat jelang kelulusan. “Dia meninggal
karena kecelakaan. Saya ikut dalam kecelakaan itu, tapi selamat,” ujar pria
yang September tahun ini berumur 34 tahun.
Diakui
Kang Rey, ia sangat terpukul dengan kematian teman terdekatnya tersebut. Ia
mulai menjadi penyendiri. Jarang bergaul. Saat kesendiriannya itulah ia mulai
berusaha mendekatkan diri pada Allah SWT. Akhirnya pada tahun 1997, menjadi
titik balik Kang Rey. Ayahnya meninggal dunia. “Beberapa bulan sebelum
meninggal, ayah yang ternyata sudah mengetahui kondisi saya, berkata hanya
Allah yang bisa menolong saya,” katanya.
Kang
Rey, berusaha membungkam dan mengubur perasaan terhadap lelaki, kemudian
ia mulai berusaha mencintai seorang perempuan. “Saya pernah empat kali
pacaran, dengan perempuan terakhir, saya akhirnya bisa jatuh cinta. Namanya
Nur, kini ia jadi istri saya,” katanya.
Meski
bisa mencintai dan menikahi perempuan, diakui Kang Rey, nalurinya menyukai
sesama jenis masih kuat. “Kalau saat ini saya ditanya apakah saya masih
menyukai lelaki? Jawabannya iya. Saya masih suka dengan laki-laki yang
ganteng,” tandasnya.
Sebuah Pro- Kontra
Diakuinya
bahwa hujatan datang bertubi-tubi dari para ulama, yang menganggapnya
sudah gila karena berani buka-bukaan pada publik mengenai orientasi seksualnya
, namun menurutnya itu salah satu cara membuka mata masyarakat jika kaum gay
benar-benar ada.
“Kami ini ada dan
perlu dirangkul. Jangan hindari, jangan dibenci” ujarnya.
Hujatan
tidak hanya datang dari para ulama, tapi juga datang dari kelompok
homoseksual yang ada di Bandung. Mereka merasa terganggu dengan langkahnya yang
bergerilya dari masjid ke masjid untuk berbagi kisah.
“Alasan
mereka mencintai itu adalah hak asasi. Hal yang sering dikatakan ‘saya juga tak
mau seperti ini, tapi bagaimana lagi, Tuhan menciptakan saya ‘beda’. Itu selalu
alasan mereka,” kata Kang Rey.
Bahkan
ia pun mengaku pernah mendapat ancaman dari klub homoseksual. Bahkan
teman-teman facebooknya pun melakukan hal sama. Namun hal itu tak
menyurutkannya. “Saya menentang keras kalau ada yang bilang ini takdir. Ini
bukan soal takdir, ini soal pilihan,” tambah Kang Rey .
Kang Rey juga menerbitkan sebuah buku yang berjudul “
Tuhan Tidak Pernah Iseng “ .